Di pertengahan bulan Juli, aktifitas menaruh bunga dalam gelas itu aku lakukan. Bunga gardenia itu aku petik dari halaman depan rumah, tapi mungkin tempat itu tidak layak disebut halaman, karena ukurannya yg sempit.
Gardenia, satu-satunya bunga favoritku, karena warnanya yg indah dan aromanya.
Bunga ini berwarna putih bersih dan beraroma wangi yang sangat kuat, sehingga sering dijadikan simbol kesucian dan kejujuran.
seorang teman bernama Ina, pernah memujinya sebagai ”Bunga yang secantik Mawar dan seharum Melati”....
sangat indah bukan?
bunga ini aku bawa dari denpasar, itu sudah bertahun-tahun lalu, saat aku tinggal di kuta beberapa minggu di sana di rumah kakakku, sebelum ia boyongan pulang ke sidoarjo. di sana tanaman ini dikenal dengan nama jempiring dan bunganya merupakan maskot kota denpasar.
Karena melihatku memetik bunga itu tiap hari, ibuku bilang, "Kamu kok suka sama bunga itu, dia terlalu harum...."
Lantas aku berpikir sejenak..."ya mungkin dia benar, karena terlalu harum itulah, aku tidak berhak dan tidak layak menyukai bunga itu.....tapi aku masih memutuskan untuk menyukainya"
Suatu pagi bunga gardenia itu tidak ada yg mekar, aku lalu segera pergi ke pasar untuk mencari bunga itu..........(Oh, maaf, yg "nyari ke pasar" itu hanya cerita fiktif. Ini tidak sesuai dengan etika dan moral saya. jadi jangan dianggap sungguhan.)
Klo bunga gardenia itu tidak ada yg mekar, saya ganti dengan beberapa bunga melati, tapi meskipun banyak, tetap tidak bisa menandingi harum Gardenia.
Aktifitas itu harus saya lakukan, karena bunga itu selalu menemani saya ketika bekerja (menulis) dan dengan adanya bunga itu di meja kerja, saya merasa damai dan tentram. Alhasil saya bisa menulis dengan baik dan menghasilkan karya (novel).
Terima kasih Gardenia..... : )
Gardenia mempunyai filosofi dan arti yaitu “secret love”, beradab, dan kebahagiaan.
salah satu teman blogger (saya lupa namanya), menuliskan "Kalau kamu suka seseorang, tapi nggak berani menyapa, apalagi mengungkapkan kata cinta, beri dia bunga gardenia. -- maka tidak akan terjadi apa-apa (Karena bunga indah ini tidak banyak dikenal orang)"
Dan demi hal ihwal tentang Bunga Gardenia ini, seorang teman Penyair dan Cerpenis, mencurahkan segala Pemikiran dan Perasaan untuk membuat sebuah karya tentang Bunga Gardenia.
saya mencantumkannya di bawah ini.
untuk karya mereka berdua, saya menaruh penghargaan setinggi-tingginya - Marsha Arons - Karen Kamal
Tidak lupa saya juga membuat sebuah syair yg
***
Selamat Tinggal, Gardenia
oleh: Karen Kamal
Bunga yang indah karena perhatian
Ia butuh tempat perlindungan, yang menyayanginya seperti seorang bayi
Tempat ia meresap semua keindahan yang akan mengalir dalam tangkainya
Sama seperti gardenia
Ia butuh tempat perlindungan, yang menyayanginya seperti seorang bayi
Tempat ia meresap semua keindahan yang akan mengalir dalam tangkainya
Sama seperti gardenia
Jika dahulu ia gardenia yang penuh kasih putih
Sekarang ia terluka dan sakit
Sekarang ia terluka dan sakit
Obat takkan bisa menyembuhkannya
Ia sama seperti bunga yang indah lainnya
Butuh cinta dan manis, beberapa tetes embun pagi pun menyejukkannya
Ia sama seperti bunga yang indah lainnya
Butuh cinta dan manis, beberapa tetes embun pagi pun menyejukkannya
Beruntung sekali ia akan tumbuh seribu kelopak setelah mati satu
Suatu hari nanti pastilah ia ‘kan kembali
Ia dan kupu-kupu akan selamanya hidup bersama
Saling mengasihi, saling memberi
Seperti sebelum ia terluka dan sakit
Ia dan kupu-kupu akan selamanya hidup bersama
Saling mengasihi, saling memberi
Seperti sebelum ia terluka dan sakit
Ditulis di Jakarta, 19 Desember
***
Bunga Gardenia Putih
oleh: Marsha Arons
Setiap tahun pada ulang tahunku, sejak berusia 12 tahun, setangkai bunga gardenia (kaca piring) putih dikirim ke rumahku tanpa nama. Tak pernah ada sepucuk kartu atau catatan, dan upaya menelpon ke toko bunga sia-sia karena pembelian dilakukan secara kontan. Tak lama kemudian, aku pun berhenti mencoba menemukan jati diri si pengirim. Aku nikmati saja keindahan dan wanginya yang semerbak, sekuntum bunga putih sempurna penuh daya pikat dibungkus dalam lipatan selembar kertas tisu merah muda yang lembut.
Namun aku tak pernah berhenti membayangkan siapa gerangan pengirimnya.
Beberapa kenangan paling menyenangkan pun masuk dalam impian, tentang seseorang yang menggairahkan dan menakjubkan, tetapi terlalu malu atau eksentrik untuk memperkenalkan jati dirinya.
Namun aku tak pernah berhenti membayangkan siapa gerangan pengirimnya.
Beberapa kenangan paling menyenangkan pun masuk dalam impian, tentang seseorang yang menggairahkan dan menakjubkan, tetapi terlalu malu atau eksentrik untuk memperkenalkan jati dirinya.
Di masa remajaku, sungguh mengasyikkan membayangkan si pengirim mungkin seorang anak lelaki yang telah kuhancurkan hatinya, atau mungkin juga seseorang yang tidak kukenal yang menaruh perhatian padaku.
Ibuku sering kali menambah-nambahi dugaan-dugaanku. Dia bertanya padaku, kalau-kalau ada seseorang yang terhadapnya telah kulakukan suatu perbuatan baik, yang mungkin kemudian diam-diam menunjukkan penghargaannya. Dia mengingatkanku pada saat-saat ketika aku sedang mengendarai sepeda dan tetangga kami mengendarai mobilnya penuh barang belanjaan dan anak-anak. Aku selalu membantunya menurunkan barang dari mobil dan menjaga anak-anak tidak berlarian ke jalan. Atau boleh jadi si pengirim misterius itu adalah si orang tua di seberang jalan. Aku selalu membantu mengambilkan suratnya di waktu musim dingin, sehingga ia tidak perlu menuruni tangga rumahnya yang diselimuti es.
Ibuku berusaha keras mengembangkan imaginasiku tentang bunga gardenia. Ia ingin anak-anaknya menjadi kreatif. Ia selalu ingin agar kami merasa dicintai dan dihargai, tak hanya olehnya, tetapi oleh seluruh dunia.
Ketika aku berusia 17 tahun, seorang pria menghancurkan hatiku. Pada malam terakhir kali ia menelpon, aku menangis sampai terlelap tidur. Ketika aku terbangun pagi hari, ada sebuah pesan ditulis dengan lipstik merah di kacaku, "Ketahuilah dengan sungguh-sungguh, bila yang setengah dewa pergi, dewa-dewa pun datang." Lama aku merenungkan kutipan yang berasal dari Emerson itu, dan aku membiarkan tulisan itu di tempat ibuku menuliskannya sampai hatiku pulih. Dan ketika aku mencari pembersih kaca, ibuku pun tahu bahwa segalanya telah pulih kembali.
Tetapi ada sejumlah luka yang tak bisa disembuhkan ibuku. Sebulan sebelum wisuda SMA, ayahku tiba-tiba meninggal karena serangan jantung. Perasaanku campur-aduk mulai dari sekadar duka sampai ke merasa ditinggalkan, takut, tak percaya serta kemarahan yang meluap-luap karena ayahku telah melewatkan satu peristiwa terpenting di dalam hidupku. Aku pun sama sekali tak bergairah terhadap acara wisuda mendatang, drama kelas senior serta pesta dansa, acara-acara yang telah aku persiapkan dan tunggu-tunggu. Aku bahkan berniat untuk tinggal di rumah dan masuk perguruan tinggi daripada pergi jauh sebagaimana yang telah kurencanakan, karena hal ini terasa lebih aman.
Ibuku, di tengah kedukaannya sendiri, tak menginginkan aku sampai kehilangan hal-hal penting seperti itu. Sehari sebelum ayah meninggal, kami berdua pergi membeli pakaian dansa dan kami temukan satu yang mengagumkan - terbuat dari bermeter-meter kain Swiss berbintik-bintik merah, putih, dan biru. Mengenakannya membuatku merasa bagaikan Scarlett O'Hara. Tetapi ukurannya tak pas, dan ketika ayahku wafat keesokan harinya, aku melupakan sama sekali soal pakaian itu.
Tetapi ibuku tidak. Sehari sebelum pesta dansa, aku mendapatkan baju itu tengah menungguku - dalam ukuran yang pas. Ia terbentang dengan anggunnya di atas sofa ruang tamu, terpampang di hadapanku dengan cantik dan artistik.
Barangkali aku tak peduli tentang baju baru, tetapi ibuku peduli.
Dia memperhatikan bagaimana kami, anak-anak menghargai diri kami sendiri. Ia menanamkan pada kami rasa takjub atas keberadaan kami di dalam dunia, dan dia memberikan kami kemampuan untuk melihat keindahan bahkan di tengah-tengah kesengsaraan.
Sungguh, ibuku ingin agar anak-anaknya melihat diri mereka bagaikan bunga gardenia - indah, kuat, sempurna dengan aura menggairahkan dan barangkali sedikit misteri.
Ibu meninggal ketika aku berusia 22, hanya 10 hari setelah aku menikah. Dan sejak tahun itulah bunga-bunga gardenia tak lagi datang.
Ibuku sering kali menambah-nambahi dugaan-dugaanku. Dia bertanya padaku, kalau-kalau ada seseorang yang terhadapnya telah kulakukan suatu perbuatan baik, yang mungkin kemudian diam-diam menunjukkan penghargaannya. Dia mengingatkanku pada saat-saat ketika aku sedang mengendarai sepeda dan tetangga kami mengendarai mobilnya penuh barang belanjaan dan anak-anak. Aku selalu membantunya menurunkan barang dari mobil dan menjaga anak-anak tidak berlarian ke jalan. Atau boleh jadi si pengirim misterius itu adalah si orang tua di seberang jalan. Aku selalu membantu mengambilkan suratnya di waktu musim dingin, sehingga ia tidak perlu menuruni tangga rumahnya yang diselimuti es.
Ibuku berusaha keras mengembangkan imaginasiku tentang bunga gardenia. Ia ingin anak-anaknya menjadi kreatif. Ia selalu ingin agar kami merasa dicintai dan dihargai, tak hanya olehnya, tetapi oleh seluruh dunia.
Ketika aku berusia 17 tahun, seorang pria menghancurkan hatiku. Pada malam terakhir kali ia menelpon, aku menangis sampai terlelap tidur. Ketika aku terbangun pagi hari, ada sebuah pesan ditulis dengan lipstik merah di kacaku, "Ketahuilah dengan sungguh-sungguh, bila yang setengah dewa pergi, dewa-dewa pun datang." Lama aku merenungkan kutipan yang berasal dari Emerson itu, dan aku membiarkan tulisan itu di tempat ibuku menuliskannya sampai hatiku pulih. Dan ketika aku mencari pembersih kaca, ibuku pun tahu bahwa segalanya telah pulih kembali.
Tetapi ada sejumlah luka yang tak bisa disembuhkan ibuku. Sebulan sebelum wisuda SMA, ayahku tiba-tiba meninggal karena serangan jantung. Perasaanku campur-aduk mulai dari sekadar duka sampai ke merasa ditinggalkan, takut, tak percaya serta kemarahan yang meluap-luap karena ayahku telah melewatkan satu peristiwa terpenting di dalam hidupku. Aku pun sama sekali tak bergairah terhadap acara wisuda mendatang, drama kelas senior serta pesta dansa, acara-acara yang telah aku persiapkan dan tunggu-tunggu. Aku bahkan berniat untuk tinggal di rumah dan masuk perguruan tinggi daripada pergi jauh sebagaimana yang telah kurencanakan, karena hal ini terasa lebih aman.
Ibuku, di tengah kedukaannya sendiri, tak menginginkan aku sampai kehilangan hal-hal penting seperti itu. Sehari sebelum ayah meninggal, kami berdua pergi membeli pakaian dansa dan kami temukan satu yang mengagumkan - terbuat dari bermeter-meter kain Swiss berbintik-bintik merah, putih, dan biru. Mengenakannya membuatku merasa bagaikan Scarlett O'Hara. Tetapi ukurannya tak pas, dan ketika ayahku wafat keesokan harinya, aku melupakan sama sekali soal pakaian itu.
Tetapi ibuku tidak. Sehari sebelum pesta dansa, aku mendapatkan baju itu tengah menungguku - dalam ukuran yang pas. Ia terbentang dengan anggunnya di atas sofa ruang tamu, terpampang di hadapanku dengan cantik dan artistik.
Barangkali aku tak peduli tentang baju baru, tetapi ibuku peduli.
Dia memperhatikan bagaimana kami, anak-anak menghargai diri kami sendiri. Ia menanamkan pada kami rasa takjub atas keberadaan kami di dalam dunia, dan dia memberikan kami kemampuan untuk melihat keindahan bahkan di tengah-tengah kesengsaraan.
Sungguh, ibuku ingin agar anak-anaknya melihat diri mereka bagaikan bunga gardenia - indah, kuat, sempurna dengan aura menggairahkan dan barangkali sedikit misteri.
Ibu meninggal ketika aku berusia 22, hanya 10 hari setelah aku menikah. Dan sejak tahun itulah bunga-bunga gardenia tak lagi datang.
***
Bunga Gardenia Basah
Oleh: M.F. Hazim
Malamlah yang membuatku kembali kepada Tuhan
Malamlah yang membuatku menulis puisi indah nan pedih
Malamlah yang membangunkanku lebih pagi
Dan mengajakku kembali menyapa mentari
Bersama sejuk semilir angin pagi
Malamlah yang membawaku kembali memetik Bunga Gardenia basah
Ditetesi embun dan wangi cinta
Tak ada yang lebih Purna selain pagi setelah Sebuah Malam
Setiap pagi, setangkai Gardenia basah
Di dalam gelas ia menunggumu
Untuk menyesap harumnya dengan senyumanmu
Tapi kau lebih suka Mawar
Gardeniaku layu
Airnya keruh dalam ketabahan
Di tulis di Bumi - Tanggal (waktu hanya rangkaian penanda yang takkan bisa mempengaruhiku)
0 comments:
Post a Comment