KISAH PERPISAHAN TANPA AKHIR

by 5:15 AM 3 comments
ini adalah sebuah kisah yang saya pungut dari salah satu bab di dalam buku kisah Abarat karya clive barker




Malingo melangkah ke tengah hujan yang hangat. Finnega sedang berdiri beberapa meter dari rumah, wajahnya tengadah menentang hujan lebat. Sejenak dia menoleh pada malingo, kemudian meneruskan mandi hujan.
            “kau tahu legenda tentang jam ini?” tanyanya.
            “tidak, rasanya tidak,” sahut malingo.
            “konon di suatu tempat di Nonce (meski aku belum pernah melihat mereka) ada sebuah suku makhluk bersayap, namanya fathathai. Mereka bangsa yang lembut dan pemalu: hampir-hampir seperti malaikat. Jumlah mereka di pulau ini sedikit sekali, sebab” –dia menunduk memandangi kakinya—“sebab mereka tidak mudah cinta, jadi jarang sekali makhluk fathathai melangsungkan pernikahan. Tapi, menurut legenda, ada salah satu makhluk ini, namanya numa child, yang mengalami jatuh cinta.”
            “beruntung sekali dia.”
            “yah, ya dan tidak. begini, dia jatuh cinta pada seorang wanita yang dijumpainya di Nonce ini, namanya elathuria. Di matanya, wanita itu adalah yang tercantik yang pernah dilihatnya. Hanya saja ada satu masalah.”
            “apa itu?”
            “wanita itu bukan darah dan daging seperti dia.”
            “lalu dia itu apa?”
            “seperti kau ketahui, pulau ini dihuni beberapa makhluk hidup yang sangat aneh. Dan elathuria adalah salah satu keanehan itu.” finnegan diam sejenak, kemudian menatap malingo dan berkata, “dia tanaman.”
            Malingo ingin tertawa, tapi berhasil menahan diri karena melihat mimik sangat serius di wajah lelah si pembunuh naga. Dan meski ia berhasil menahan tawa, tetap saja finnegan berkata, “kau pikir aku bercanda.”
            “tidak...”
            “aku Cuma belajar dua hal dalam hidupku. Satu, cinta adalah awal dan akhir dari segala makna. Dan dua, perwujudan apapun yang diambil jiwa kita dalam perjalanan ini, intinya tetap sama. Cinta adalah cinta. Adalah cinta.”
            “malingo mengangguk. “aku tidak punya... pengalaman pribadi tentang ini,” katanya pada finnegan. “tapi... aku sudah membaca banyak buku. Dan semua buku yang bagus itu menyatakan hal yang sama denganmu.” Finnegan mengangguk, dan untuk pertama kali sejak mereka bertemu, malingo melihat seulas senyum samar di wajah laki-laki itu. “tolong lanjutkan kisahnya,” kata si geshrat.
            “nah, waktu numa child pertama kali bertemu elathuria, dia sedang mekar sempurna. Dia tak bercacat cela. Tak ada kata lain untuk menggambarkannya.”
            “luar biasa.”
            “situasinya semakin aneh, percayalah. Sudahkah kuceritakan bahwa numa child jatuh cinta dalam sekali debar jantung? Maksudku, secara harfiah, memang secepat itu. dia melihat elathuria, dan terjadilah. Nasibnya telah ditentukan.”
            “cinta pada pandangan pertama.”
“tepat sekali.”
“kau percaya itu bisa terjadi?”
“oh tentu. Aku sendiri mengalaminya. Begitu melihat putri boa, aku tahu aku takkan pernah bisa mencintai orang lain. tak ada, hingga akhir jam-jam.” Finnegan menegadah memandang hujan yang mulai reda. Dia menjilat beberapa tetes air hujan dari bibirnya, kemudian meneruskan ceritanya.
“maka pada saat itu juga numa child berkata pada elathuria. ‘lady’ katanya. ‘aku takkan pernah mencintai siapapun seperti aku mencintaimu.’ Dan dia sangat heran ketika elathuria meminta dia mengecupnya.
’cepatlah,’ kata elathuria. ‘sebab matahari begitu panas dan jam ini akan berlalu.
“numa tidak memikirkan maksud perkataan itu. dia sudah cukup senang diminta mencium kekasihnya. Dan sementara mereka berciuman dan bercakap-cakap dan berciuman lagi, jam di Nonce berdetak berlalu...”
“akhir kisahnya tidak bahagia ya?” kata malingo.
Finnegan tidak menjawab. Dia melanjutkan ceritanya. “ketika numa menciumnya lagi, bibirnya terasa agak pahit.”
’apa yang terjadi’ tanya numa padanya.
“dia memberitahukan, ‘waktunya telah berlalu, kasihku.
“dan dengan terperanjat numa melihat bahwa bunga-bunganya yang tadi begitu cerah dan cantik ketika dia pertama melihatnya, kini mulai memudar, daun-daunnya yang hijau mulai berubah kuning dan coklat.”
Ketika menceritakan bagian ini, mata finnegan menjadi lembut dan penuh kesedihan.
“akhirnya elathuria berkata padanya,’jangan tinggalkan aku, sayang. Berjanjilah kau takkan pernah meninggalkanku. Temukan aku lagi, kemanapun aku pergi. Temukan aku.
“tentu saja numa tidak mengerti maksud ucapan itu. ‘apa maksudmu?’ tanyanya.
“tapi dengan segera maksudnya menjadi jelas. Elathuria akan meninggalkannya. Angin bertiup semakin kencang, mengguncang-guncangnya, seperti mengguncang-guncang pohon, sehingga bunga-bunga hingga daun-daunnya berguguran, dan keindahannya tersapu pergi. Itulah yang terjadi pada elathuria. Dia mulai kehilangan eksistensinya di depan mata numa. Menyedihkan.”
Malingo mendengar nada tercekat dalam suara finnegan, dan ketika dia memerhatikan, tampak air mata mengalir di kedua pipi finnegan.
“elathuria masih cukup kuat untuk berbicara pada numa. ‘carilah dimanapun angin bertiup,’ katanya, suaranya makin lama makin sayup. ‘aku akan tumbuh kembali dari biji yang terbawa angin dari tempat ini.
“numa tentu saja bahagia mendengarnya, tapi pikirannya dipenuhi tanda tanya dan keraguan.
’apakah yang akan tumbuh lagi itu benar-benar dirimu?’ tanyanya.
“’ya’ sahut elathuria. ‘yang akan tumbuh lagi itu benar-benar diriku, dalam setiap detailnya. Kecuali satu.
’apa itu?’ tanya numa.
’aku takkan ingat padamu,’ sahutnya.
“Sementara dia berkata demikian, angin kencang berembus dan mengguncangnya dengan keras, sehingga dia terkoyak-koyak sepenuhnya...”
“oh,” kata malingo. “Apakah dia lenyap?”
“hmmm.... ya dan tidak. angin telah menyebarkan biji-bijinya hingga jarak yang cukup jauh, tapi numa bertekad menemukan jejaknya—jejak apapun—maka dia mencari seperti orang kalap, tak mau beristirahat sampai pecariannya membuahkan hasil.
“akhirnya, setelah lama mencari-cari, dia menemukannya, tumbuh di tempat baru. Dia belum tumbuh sempurna, tapi numa mengenalinya, dan jatuh cinta lagi padanya, persis seperti waktu pertama kali.”
“Dan dia dengan numa?”
“ya, tentu saja.”
“meskipun dia tidak mengingat numa?”
“ya. Bagaimanapun, jiwanya tetap sama. Begitu pula numa...”
Kini malingo mulai memahami maksud cerita tersebut. bukan suatu kebetulan bahwa finneganlah yang menceritakan kisah itu padanya, bagaimanapun, finnegan berada di pulau ini karena ia telah kehilangan jantung hatinya. Bisa dimengerti kalau legenda ini sangat mengena bagi imajinasinya.
“jadi, sejarah berulang kembali?” kata malingo.
“benar sekali. Bukan hanya satu kali, tapi berulang-ulang. Meski numa bersumpah setia selamanya pada elathuria, jam itu akan tetap berlalu, angin akan selalu datang dan diapun dibawa terbang ke tempat lain. kadang-kadang numa berhasil menemukannya dengan cepat, kadang-kadang tidak.”
“dan kau benar-benar percaya mereka masih ada di luar sana, saling mencintai, lalu terpisah lagi, dan saling menemukan lagi, namun kemudian berpisah lagi?”
“ya, aku percaya,” sahut finnegan.
“betapa menyedihkannya hidup seperti itu.”
Finnegan menimbang-nimbang ucapan itu sejenak. “cinta mempunyai tuntutan-tuntutannya sendiri, dan kita mendengarkan. Kau tidak bisa tawar menawar dengannya. Kau tak bisa melawannya. Tidak bisa, kalau cintamu cinta sejati.”
“apakah yang kau bicarakan ini masih tentang numa child dan elathuria?” tanya malingo.
Finnnegan menatapnya. “ aku bicara tentang semua kekasih,” katanya.




sponsored by
  

Pak Lurah

Developer

apa saja selain hidup

3 comments:

  1. gilaa.....>.< keren banget ini cerita, pengen punya bukunya, eh kunjungi jg dong blogku ^_^, tentang buku juga postingannya...

    ReplyDelete