Hak Dan Kewajiban Pengasuh Anak Yatim

by 5:26 PM 0 comments
Sidoarjo, 28 September 2015
M.F. Hazim

Hak Dan Kewajiban Pengasuh Anak Yatim



“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah dewasa (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu), dan barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas (atas persaksian itu).” (Qs. An-Nisa [4]:6)

Tema pembahasan mengenai apa saja hak dan kewajiban dari pengasuh anak yatim ini sangat jarang dibahas dan dikaji, karena seringkali yang menjadi fokus pembahasan hanya mengenai hak-hak dari anak yatim saja. Sehingga saya berharap tulisan ini bisa memberikan banyak manfaat kepada masyarakat umum dan pengasuh anak yatim khususnya.
Dalam surat An Nisa ayat 6, selain menjelaskan mengenai apa-apa saja yang menjadi hak-hak dari anak yatim, dan Allah SWT juga menjelaskan mengenai hak dan kewajiban dari si pengasuh anak yatim tersebut. Hal ini sangat penting untuk dipahami karena seringkali ada pengasuh-pengasuh anak yatim yang tidak mengetahui hak-haknya sehingga semisal pengasuh itu adalah orang fakir, ia merasa berat dan menderita saat mengurus anak yatim tersebut. Dan juga ketika si pengasuh tidak mengetahui apa saja kewajiban yang harus ia lakukan dalam mengasuh anak yatim, maka bisa jadi anak yatim yang diasuhnya tidak mendapatkan hak-haknya dengan baik.
Saya akan menjelaskan mengenai kewajiban pertama pengasuh kepada anak yatim yang diasuh olehnya lewat penggalan pertama ayat di atas.
“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah dewasa (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya.”
Dalam firman tersebut, Allah SWT memerintahkan kepada pengasuh anak yatim untuk menguji anak-anak yatim asuhannya hingga ia memasuki masa dewasa. Tujuan ujian tersebut adalah untuk mengetahui ketika ia sudah baligh apakah ia sudah memiliki kemampuan dan pemahaman untuk mengelola harta untuk dirinya sendiri dan kemaslahatan umat. Jika dia dianggap sudah mampu, maka pengasuh harus memberikan harta yang diwarisi oleh anak yatim itu dari orang tuanya. Oleh karenanya para pengasuh anak yatim hendaknya berhati-hati dalam menjaga harta mereka dan harta anak yatim tersebut, jangan sampai ia mengambil harta yang menjadi hak anak yatim dan tidak mengembalikannya.

“Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu), dan barang siapa miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut.”
Dari kelanjutan isi ayat tersebut, secara umum Allah melarang kita untuk tidak memakan atau mengambil harta dari anak yatim, terutama jika pengasuh itu adalah orang yang mampu  maka ia tidak memiliki hak untuk mengambil harta anak yatim. Tapi Allah yang maha pengertian kepada umat manusia memberikan pengecualian kepada pengasuh anak yatim yang miskin. Seorang pengasuh anak yatim yang miskin menurut ayat tersebut diperbolehkan oleh Allah untuk mengambil harta anak yatim tersebut dalam bentuk upah, dengan kadar yang sepatutnya atau sesuai yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan primer hidupnya. Tidak terlalu banyak dan juga tidak terlalu sedikit.

“Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas (atas persaksian itu).”
Lalu, pada penggalan ayat yang terakhir di atas, kita bisa memperoleh pelajaran bahwa ketika pengasuh anak yatim sudah menjalankan tugasnya untuk menguji akal, pemahan dan kemampuan anak yatim dalam mengelola hartanya sendiri maka apabila mereka telah baligh dan sudah lulus ujian, maka harta yang diwarisi dari orang tuanya harus diserahkan kepada mereka. Dan dalam proses serah terima tersebut hendaknya didatangkan saksi dan bukti, hal ini perlu dilakukan karena dua hal, yang pertama, untuk menegaskan bahwa semenjak hari itu dan seterusnya bahwa pemilik harta warisan orang tuanya adalah anak yatim itu sendiri dan sudah tidak ada sangkut pautnya dengan pengasuhnya. Kedua, apabila suatu saat terdapat rumor yang menjelekkan pengasuh perihal harta anak yatim yang pernah diasuhnya maka ia memiliki dokumen untuk melakukan pembuktian dan pembelaan diri.

Pak Lurah

Developer

apa saja selain hidup

0 comments:

Post a Comment